MOTIF SOSIAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM
MAKALAH
Disusun
guna memenuhi tugas
Mata
Kuliah : Psikologi
Sosial
Dosen
Pengampu : Drs. H.
Nidlomun Ni’am, M. Ag
Disusun
oleh :
xxxxxxxxxxxxxxxx
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk
soaial yang membutuhkan interaksi dengan manusia lain dan lingkungan
sosial disekitarnya.Kebutuhan-kebutuhan hidup manusia dipengaruhi adanya motif
atau dorongan baik dari dalam diri sendiri maupun dari luar diri manusia baik
berupa benda maupun situasi yang terjadi dilingkungan sekitarnya yang
menyebabkan manusia berbuat sesuatu yang untuk mencapai kebutuhan hidupnya.
Setiap tingkah laku
manusia memiliki pengaruh terhadap lingkungannya.untuk mengatur tingkah laku
manusia dalam kehidupan bermasyarakat agar teratur masyarakat membuat aturan
atau norma yang membatasi tingkah laku manusia agar dapat diterima
dilingkunganya sehingga seseorang dapat bertingkah laku dengan wajar sesuai
aturan yang berlaku.Dalam kehidupan bermasyarakat kadang terjadi
hubungan timbal balik, pertemanan, dan memungkinkan terjadinya kesepakatandalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam kehidupan
sehari-hari manusia tidak lepas dari peristiwa yang memberikan pelajaran baik
yang menyenangkan, mengharukan, mengecewakan atau menyedihkan.Seseorang
dapat memahami apa yang dirasakan orang lain, merasa peduli terhadap
perasaan orang lain tetapi tidak terhanyut dalam suasana yang sedang dihadapi
orang lain.
II.
RUMUSAN MASALAH
a.
Apakah Pengertian motif sosial?
b.
Bagaimana macam-macam motif sosial?
c.
Contoh motif
sosial dalam perspektif islam?
III.
PEMBAHASAN
a.
Pengertian
Motif adalah dorongan yang sudah terikat pada suatu
tujuan. Misalnya, apabila seseorang merasa lapar, itu berarti kita membutuhkan atau menginginkan
makanan. Motif menunjuk hubungan sistematik antara suatu respon dengan keadaan dorongan
tertentu. Apabila dorongan dasar itu bersifat bawaan, maka motif itu hasil proses belajar.
Ada beberapa definisi tentang motif yaitu:
1.
Gerungan (1975)
2.
Lindzey, Hall dan Thompson (1975)
3.
Atkinson
(1958)
4.
Sri Mulyani Martaniah (1982)
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
motif merupakan suatu pengertian yang mencukupi semua penggerak, alasan, atau dorongan dalam
diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Semua tingkah laku manusia pada
hakikatnya mempunyai motif. Tingkah laku juga disebut tingkah laku secara
refleks dan berlangsung secara otomatis dan mempunyai maksud-maksud tertentu
walaupun maksud itu tidak senantiasa sadar bagi manusia. Motif-motif manusia
dapat bekerja secara sadar, dan juga secara tidak sadar bagi diri manusia. Kegiatan kegiatan yang biasa kita lakukan sehari-hari
juga mempunyai motif-motifnya tersendiri.
Gardner Lindzey, calvin S. Hall dan Richard F. Thompson
dalam bukunya Psychology (1975, P. 339) mengklasifikasikan motif ke dalam dua hal yaitu:
1. Drives
(needs)
Drive adalah yang mendorong untuk bertindak. Drives
yang merupakan proses organik internal disebut drives primer atau drives yang tidak dipelajari.
Misalnya: lapar dan haus. Drives yang lain diperoleh melalui belajar. Misalnya: persaingan.
يَرْفَعِ
اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرهُ
“Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmupengetahuan beberapa derajat.” (Q.s. al-Mujadalah : 11)
Dari
Abdullah bin Mas’ud r.a. Nabi Muhamad pernah bersabda :”Janganlah ingin seperti
orang lain, kecuali seperti dua orang ini. Pertama orang yang diberi Allah kekayaan berlimpah dan
ia membelanjakannya secara benar, kedua orang yang
diberi Allah al-Hikmah dan ia berprilaku sesuai
dengannya dan mengajarkannya kepada orang lain (HR
Bukhari).
Hadits di atas mengandung
pokok materi yaitu
seorang muslim harus merasa iri dalam beberapa hal. Memang iri atau perbuatan hasud adalah perbuatan yang dilarang dalam ajaran Islam, tetapi ada dua
hasud yang harus ada pada diri seorang muslim, yaitu pertama menginginkan
banyak harta dan harta itu dibelanjakan di jalan Allah seperti dengan berinfaq, shadaqah dan lainnya. Harta ini tidak digunakan untuk berbuat dosa dan
maksiat kepada Allah, kedua menginginkan ilmu seperti yang dimiliki orang lain, kemudian ilmu itu diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari, juga diajarkan kepada orang lain dengan ikhlash.[1]
2. Incentives.
Incentives adalah benda atau situasi (keadaan) yang berbeda di
dalam lingkungan sekitar kita yang merangsang
tingkah laku. Incentives ini merupakan penyebab individu untuk bertindak. Antara
drive dan incentives pada dasarnya merupakan dua sisi dari mata uang logam. Lapar
menyebabkan kita bertindak untuk mendapatkan makanan, dan makanan yang kita dapatkan
mengundang kita untuk memakannya. Bila kita tidak lapar maka makananan tidak memiliki
nilai incentives. Tetapi incentives juga dapat menimbulkan kita untuk bertindak
tanpa ada hadirnya drives. Misalnya: mungkin kita tidak lapar, tetapi
melihat mie goreng terhidang di atas
meja merangsang nafsu makan kita. Drives primer memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan
hidup dan kesehatan dengan jalan memenuhi kebutuhan psikisnya. Drives yang dipelajari
memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.
Misalnya: kebutuhan untuk ”disetujui” merupakan drives yang dipelajari karena
diperolehnya melalui persetujuan orang lain, yaitu bisa orang luar, guru atau
temannya. Penguat (reinforcer)
yang digunakan untuk timbulnya drives pada seseorang ini adalah incentives. Incentive
ini akan berpengaruh terhadap semangat seseorang untuk bertindak. Incentif ini
dapat positif dapat pula negatif. Incentives yang positif adalah hadiah.
Incentives yang negatif adalah hukuman.
Pengertian
Motif Sosial
Setelah
diketahui apakah sebenarnya motif itu, maka berikut ini disajikan beberapa definisi
motif sosial:
1. Lindgren (1073)
Motif sosial adalah motif yang dipelajari melalui kontak orang lain
dan bahwa lingkungan individu
memegang peranan yang penting.
2. Barkowitz
(1969)
Motif sosial adalah motif yang mendasari aktivitas individu dalam
mereaksi terhadap orang lain.
3. Max Crimon dan
Messick (1976)
Mengatakan bahwa seseorang menunjukan motif sosial, jika ia dalam
membuat pilihan memperhitungkan
akibatnya bagi orang lain.
4. Heckhausen
(1980)
Motif sosial adalah motif yang menunjukan bahwa tujuan yang ingin
dicapai mempunyai interaksi
dengan orang lain.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa definisi
motif sosial adalah motif yang
timbul untuk memenuhi kebutuhan individu dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya. Motif
timbul karena adanya kebutuhan/need. Kebutuhan kebutuhan dapat diartikan sebagai:
a.
Satu kekurangan universal dikalangan umat manusia dan musnah bila
kekurangan itu tidak tercukupi.
b.
Satu kekurangan universal dikalangan umat manusia yang dapat
membantu dan membawa kebahagiaan
pada manusia bila kekurangan itu terpenuhi, walaupun hal itu tidaklah esensiil terhadap
kelangsungan hidup manusia.
c.
Sebuah kekurangan yang dapat dipenuhi secara wajar dengan berbagai
benda lainnya apabila ada benda
khusus yang diingini tidak dapat diperoleh.
d.
Sifat taraf kebutuhan.
Kebutuhan
(need) dapat dipandang sebagai kekurangan adanya sesuatu, dan ini menuntut
segera pemenuhannya, untuk segera mendapatkan keseimbangan.
Situasi
kekurangan ini berfungsi
sebagai suatu kekuatan atau dorongan alasan, yang menyebabkan seseorang bertindak
untuk memenuhi kebutuhan.[2]
b.
Motif sosial dan Macam-macamnya
Motif ini merupakan suatu pengertian yang melingkupi
semua penggerak. Alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang
menyebebkan ia berbuat sesuatu. Semua tingkah laku manusia pada hakekatnya
mempunyai motif .
Macam-macamnya sebagai berikut:
1. Motif biogenesis
Yaitu motif yang berkembang pada diri orang
dan berasal dari organismenya sebagai makhluk biologis, dan motif-motif yang
berasal dari lingkungan kebudayaanya.
Contoh; merasa lapar, haus, dan kebutuhan akan yang
lainnya.[3]
Firman allah:
* ûÓÍ_t6»t tPy#uä (#räè{ ö/ä3tGt^Î yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB (#qè=à2ur (#qç/uõ°$#ur wur (#þqèùÎô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä tûüÏùÎô£ßJø9$# ÇÌÊÈ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki)
mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS.
Al-a’raf:31)
2. Motif sosiogenesis
Motif ini berasal dari lingkungan
kebudayaan tempat orang itu berada dan berkembang. Motif ini tidak berkembang
dengan sendirinya, mau tidak mau, berdasarkan interaksi sosial dengan
orang-orang atau hasil kebudayaan orang.
$pkr'¯»t
ã@ß9$# (#qè=ä.
z`ÏB
ÏM»t6Íh©Ü9$# (#qè=uHùå$#ur
$·sÎ=»|¹
( ÎoTÎ) $yJÎ/
tbqè=yJ÷ès? ×LìÎ=tæ
ÇÎÊÈ
“Hai rasul-rasul,
makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh.
Sesungguhnya aku Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. Al-mukminun:51)[4]
3. Motif teogenetis
Yaitu motif-motif manusia sebagai makhluk
yang berketuhanan. Motif tersebut barasal dari interaksi antara manusia dengan
tuhan nya seperti yang nyata dalam ibadahnya dan dalam kehidupannya sehari-hari
dimana ia berusaha merealisasi norma-norma agama tertentu.
Contoh; keinginan untuk mengabdi kepada
tuhan yang maha esa.
Firman allah:
$ygr'¯»t
úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=à2
`ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB
öNä3»oYø%yu (#rãä3ô©$#ur
¬!
bÎ) óOçFZà2
çn$Î) crßç7÷ès?
ÇÊÐËÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya
kamu menyembah”. (QS. Al-baqarah:172)
c.
Contoh motif sosial dalam perspektif islam
1.
Mendatangi dukun (kahin)
Firman Allah:
@è%
w
ÞOn=÷èt
`tB Îû
ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur |=øtóø9$# wÎ) ª!$# 4
$tBur tbrâßêô±o
tb$r& cqèWyèö7ã
ÇÏÎÈ
Katakanlah: "tidak ada seorangpun di
langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan
mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan”. (QS. An-Naml:65)
Nabi Muhammad
saw sebagai utusan Allah pembawa risalah dating di tengah-tengah masyarakat,
dimana disitu ada sekelompok manusia tukang dusta yang disebut “kukhaan” (
dukun) dan “arraaf” (tukang ramal)[5]
2.
Ghurur (tipu daya)
Firman allah ta’ala:
$pkr'¯»t
â¨$¨Z9$#
¨bÎ)
yôãur
«!$#
A,ym
( xsù ãNä3¯R§äós? äo4quysø9$# $u÷R9$# (
wur
Nä3¯R§äót «!$$Î/ ârátóø9$#
ÇÎÈ
“ wahai manusia sesungguhnya janji allah itu
pasti. Karena itu, jaganlah kamu tertipu oleh kehidupan dunia lain, dan
janganlah kamu mau diperdayakan tentang allah oleh setan-setan penipu”. (QS.
Fathir:5)
3.
Adu domba (naminah)
Firman allah:
wur
ôìÏÜè?
¨@ä.
7$xym
AûüÎg¨B ÇÊÉÈ :$£Jyd
¥ä!$¤±¨B
5OÏJoYÎ/ ÇÊÊÈ
“ dan janganlah kamu ikuti Setiap orang yang
banyak bersumpah lagi hina, yang
suka mencela orang yang berjalan kesana kemari dengan mengadu domba”. (QS. Al-qalam:10-11)
islam sangat
membenci orang-orang yang suka mendengarkan omongan jelek, kemudian cepat-cepat
memindahkan omongan itu dengan menambah-nambah untuk memperdaya atau karena
senang adanya kehancuran dan kerusakan. Manusia semacam ini tidak mau membatasi
diri sampai kepada yang didengar itu saja, sebab keinginan untuk menghancurkan
itulah yang mendorongnya menambah omongan yang mereka dengar.
4.
Menimbun barang
Rasulullah
bersabda yang di riwayatkan oleh abu daud, at-tirmidzi dan muslim dari mu’amar:
من ا حتكر فهو خا طىء.
" barang siapa yang menimbin makanan selama
empat puluh hari, ia sungguh lepas dari allah dan allah lepas dari padanya”.
بئس
العبد المحتكر,ا ن سمع برحص سا ء ه و ا ن سمع ء فرح.
“ sejelek-jelek hamba adalah si penimbun. Jika
ia mendengar barang murah ia murka dan jika barang menjadi mahal ia
bergembira”.
Hadits-hadits diatas yang berkenaan dengan masalah penimbunan dan
permainan harga ini, ialah hadits nabi yang diriwayatkan oleh Ma’qil bin yasar salah seorang
sahabat nabi.[6]
IV.
Kesimpulannya.
Motif sosial adalah motif yang timbulnya
untuk memenuhi kebutuhan individu dalam hubungannya dengan lingkungan
sosialnya. Motif timbul itu karena adanya kebutuhan (need).
Motif manusia merupakan dorongan,
keinginan, hastrat, dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dalam dirinya,
untuk melakukan sesuatu. Motif-motif itu member tujuan dan arah kepada tingkah
laku kita. Dan juga kegiatan-kegiatan yang biasa kita lakukan dalam sehari-hari
itu mempunyai motif.
Motif tidak selalu dapat diamati dari
perilaku, atau dapat dikatakan bahwa perilaku yang Nampak tidak selalu seperti
yang Nampak, bahkan kadang-kadang motif berlawanan dengan perilaku yang Nampak.
Oleh karena itu kita baru dapat memahami mengapa seseorang melakukan sesuatu
kalau kita memahami motif yang mendasarinya.
V.
Penutup
Demikian makalah motif sosial dalam perspektif
islam yang dapat penulis sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Amin.
VI.
Daftar Pustaka
Gerungan dipl psych, psikologi sosial, Jakarta,
Penerbit: PT Eresco(1991)
Abu ahmadi, psikologi sosial, Jakarta, penerbit: pt rineka cipta
(1999)
Imam Al Ghazali, Benang
Tipis Antara Halal & Haram, Surabaya, Penerbit: Putra Pelajar, (2002)
http://rasyid-ic.blogspot.com/2012/04/hadits-dan-ayat-tentang-kewajiban.htmlhttp://afiqme.blogspot.com/2012/08/ayat-ayat-al-quran-berkenaan.html#sthash.g08LEP05.dpuf
[1] http://rasyid-ic.blogspot.com/2012/04/hadits-dan-ayat-tentang-kewajiban.html
[2]Gerungan dipl psych, psikologi sosial, Jakarta, Penerbit: PT Eresco(1991), hal.142
[3] Abu ahmadi, psikologi sosial, Jakarta, penerbit: pt rineka cipta (1999), hal.100
[4] http://afiqme.blogspot.com/2012/08/ayat-ayat-al-quran-berkenaan.html#sthash.g08LEP05.dpuf
[2]Gerungan dipl psych, psikologi sosial, Jakarta, Penerbit: PT Eresco(1991), hal.142
[3] Abu ahmadi, psikologi sosial, Jakarta, penerbit: pt rineka cipta (1999), hal.100
[4] http://afiqme.blogspot.com/2012/08/ayat-ayat-al-quran-berkenaan.html#sthash.g08LEP05.dpuf
[5] Imam Al Ghazali, Benang Tipis Antara Halal
& Haram, Surabaya, Penerbit: Putra Pelajar, (2002), Hal. 46
[2]Gerungan dipl psych, psikologi
sosial, Jakarta, Penerbit: PT Eresco(1991), hal.142
[3] Abu ahmadi, psikologi sosial, Jakarta, penerbit: pt rineka cipta (1999), hal.100
[4] http://afiqme.blogspot.com/2012/08/ayat-ayat-al-quran-berkenaan.html#sthash.g08LEP05.dpuf
[3] Abu ahmadi, psikologi sosial, Jakarta, penerbit: pt rineka cipta (1999), hal.100
[4] http://afiqme.blogspot.com/2012/08/ayat-ayat-al-quran-berkenaan.html#sthash.g08LEP05.dpuf
[5] Imam Al Ghazali, Benang Tipis Antara Halal
& Haram, Surabaya, Penerbit: Putra Pelajar, (2002), Hal. 46
[6] Ibid, hal 226
No comments:
Post a Comment