Search This Blog

Saturday, January 18, 2014

MOTIF SOSIAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM

MOTIF SOSIAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM

MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Psikologi Sosial
Dosen Pengampu : Drs. H. Nidlomun Ni’am, M. Ag


 











Disusun oleh :
xxxxxxxxxxxxxxxx



FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013


I.            PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk soaial yang membutuhkan interaksi  dengan manusia lain dan lingkungan sosial disekitarnya.Kebutuhan-kebutuhan hidup manusia dipengaruhi adanya motif atau dorongan baik dari dalam diri sendiri maupun dari luar diri manusia baik berupa benda maupun situasi yang terjadi dilingkungan sekitarnya yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu yang untuk mencapai kebutuhan hidupnya.
Setiap tingkah laku manusia memiliki pengaruh terhadap lingkungannya.untuk mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat agar teratur masyarakat membuat aturan atau norma yang membatasi tingkah laku manusia agar dapat diterima dilingkunganya sehingga seseorang dapat bertingkah laku dengan wajar sesuai aturan yang berlaku.Dalam kehidupan bermasyarakat  kadang terjadi hubungan timbal balik, pertemanan, dan memungkinkan terjadinya kesepakatandalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari peristiwa yang memberikan pelajaran baik yang menyenangkan, mengharukan, mengecewakan atau menyedihkan.Seseorang dapat  memahami apa yang dirasakan orang lain, merasa peduli terhadap perasaan orang lain tetapi tidak terhanyut dalam suasana yang sedang dihadapi orang lain.


II.               RUMUSAN MASALAH

a.                Apakah Pengertian motif sosial?
b.               Bagaimana macam-macam motif sosial?
c.                Contoh motif sosial dalam perspektif islam?

III.            PEMBAHASAN

a.                Pengertian
Motif adalah dorongan yang sudah terikat pada suatu tujuan. Misalnya, apabila seseorang merasa lapar, itu berarti kita membutuhkan atau menginginkan makanan. Motif menunjuk hubungan sistematik antara suatu respon dengan keadaan dorongan tertentu. Apabila dorongan dasar itu bersifat bawaan, maka motif itu hasil proses belajar.
Ada beberapa definisi tentang motif yaitu:
1.         Gerungan (1975)
2.         Lindzey, Hall dan Thompson (1975)
3.          Atkinson (1958)
4.         Sri Mulyani Martaniah (1982)
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu pengertian yang mencukupi semua penggerak, alasan, atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Semua tingkah laku manusia pada hakikatnya mempunyai motif. Tingkah laku juga disebut tingkah laku secara refleks dan berlangsung secara otomatis dan mempunyai maksud-maksud tertentu walaupun maksud itu tidak senantiasa sadar bagi manusia. Motif-motif manusia dapat bekerja secara sadar, dan juga secara tidak sadar bagi diri manusia. Kegiatan kegiatan yang biasa kita lakukan sehari-hari juga mempunyai motif-motifnya tersendiri.
Gardner Lindzey, calvin S. Hall dan Richard F. Thompson dalam bukunya Psychology (1975, P. 339) mengklasifikasikan motif ke dalam dua hal yaitu:


1.      Drives (needs)
Drive adalah yang mendorong untuk bertindak. Drives yang merupakan proses organik internal disebut drives primer atau drives yang tidak dipelajari. Misalnya: lapar dan haus. Drives yang lain diperoleh melalui belajar. Misalnya: persaingan.

يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرهُ
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmupengetahuan beberapa derajat.” (Q.s. al-Mujadalah : 11)
Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. Nabi Muhamad pernah bersabda :”Janganlah ingin seperti orang lain, kecuali seperti dua orang ini. Pertama orang yang diberi Allah kekayaan berlimpah dan ia membelanjakannya secara benar, kedua orang yang diberi Allah al-Hikmah dan ia berprilaku sesuai dengannya dan mengajarkannya kepada orang lain (HR Bukhari).
Hadits di atas mengandung pokok materi yaitu seorang muslim harus merasa iri dalam beberapa hal. Memang iri atau perbuatan hasud adalah perbuatan yang dilarang dalam ajaran Islam, tetapi ada dua hasud yang harus ada pada diri seorang muslim, yaitu pertama menginginkan banyak harta dan harta itu dibelanjakan di jalan Allah seperti dengan berinfaq, shadaqah dan lainnya. Harta ini tidak digunakan untuk berbuat dosa dan maksiat kepada Allah, kedua menginginkan ilmu seperti yang dimiliki orang lain, kemudian ilmu itu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, juga diajarkan kepada orang lain dengan ikhlash.[1]

2.      Incentives.
Incentives adalah benda atau situasi (keadaan) yang berbeda di dalam lingkungan sekitar kita yang merangsang tingkah laku. Incentives ini merupakan penyebab individu untuk bertindak. Antara drive dan incentives pada dasarnya merupakan dua sisi dari mata uang logam. Lapar menyebabkan kita bertindak untuk mendapatkan makanan, dan makanan yang kita dapatkan mengundang kita untuk memakannya. Bila kita tidak lapar maka makananan tidak memiliki nilai incentives. Tetapi incentives juga dapat menimbulkan kita untuk bertindak tanpa ada hadirnya drives. Misalnya: mungkin kita tidak lapar, tetapi melihat mie goreng terhidang di atas meja merangsang nafsu makan kita. Drives primer memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan hidup dan kesehatan dengan jalan memenuhi kebutuhan psikisnya. Drives yang dipelajari memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Misalnya: kebutuhan untuk ”disetujui” merupakan drives yang dipelajari karena diperolehnya melalui persetujuan orang lain, yaitu bisa orang luar, guru atau temannya. Penguat (reinforcer) yang digunakan untuk timbulnya drives pada seseorang ini adalah incentives. Incentive ini akan berpengaruh terhadap semangat seseorang untuk bertindak. Incentif ini dapat positif dapat pula negatif. Incentives yang positif adalah hadiah. Incentives yang negatif adalah hukuman.

Pengertian Motif Sosial
Setelah diketahui apakah sebenarnya motif itu, maka berikut ini disajikan beberapa definisi motif sosial:
1.      Lindgren (1073)
Motif sosial adalah motif yang dipelajari melalui kontak orang lain dan bahwa lingkungan individu memegang peranan yang penting.

2.      Barkowitz (1969)
Motif sosial adalah motif yang mendasari aktivitas individu dalam mereaksi terhadap orang lain.
3.      Max Crimon dan Messick (1976)
Mengatakan bahwa seseorang menunjukan motif sosial, jika ia dalam membuat pilihan memperhitungkan akibatnya bagi orang lain.
4.      Heckhausen (1980)
Motif sosial adalah motif yang menunjukan bahwa tujuan yang ingin dicapai mempunyai interaksi dengan orang lain.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa definisi motif sosial adalah motif yang timbul untuk memenuhi kebutuhan individu dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya. Motif timbul karena adanya kebutuhan/need. Kebutuhan kebutuhan dapat diartikan sebagai:
a.          Satu kekurangan universal dikalangan umat manusia dan musnah bila kekurangan itu tidak tercukupi.
b.         Satu kekurangan universal dikalangan umat manusia yang dapat membantu dan membawa kebahagiaan pada manusia bila kekurangan itu terpenuhi, walaupun hal itu tidaklah esensiil terhadap kelangsungan hidup manusia.
c.          Sebuah kekurangan yang dapat dipenuhi secara wajar dengan berbagai benda lainnya apabila ada benda khusus yang diingini tidak dapat diperoleh.
d.         Sifat taraf kebutuhan.
Kebutuhan (need) dapat dipandang sebagai kekurangan adanya sesuatu, dan ini menuntut segera pemenuhannya, untuk segera mendapatkan keseimbangan.
Situasi kekurangan ini berfungsi sebagai suatu kekuatan atau dorongan alasan, yang menyebabkan seseorang bertindak untuk memenuhi kebutuhan.[2]
b.               Motif sosial dan Macam-macamnya
Motif ini merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak. Alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebebkan ia berbuat sesuatu. Semua tingkah laku manusia pada hakekatnya mempunyai motif .
Macam-macamnya sebagai berikut:
1.      Motif biogenesis
Yaitu motif yang berkembang pada diri orang dan berasal dari organismenya sebagai makhluk biologis, dan motif-motif yang berasal dari lingkungan kebudayaanya.
Contoh; merasa lapar, haus, dan kebutuhan akan yang lainnya.[3]
Firman allah:
* ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä (#räè{ ö/ä3tGt^ƒÎ yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB (#qè=à2ur (#qç/uŽõ°$#ur Ÿwur (#þqèùÎŽô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) Ÿw =Ïtä tûüÏùÎŽô£ßJø9$# ÇÌÊÈ  
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-a’raf:31)
2.      Motif sosiogenesis
Motif ini berasal dari lingkungan kebudayaan tempat orang itu berada dan berkembang. Motif ini tidak berkembang dengan sendirinya, mau tidak mau, berdasarkan interaksi sosial dengan orang-orang atau hasil kebudayaan orang.
$pkšr'¯»tƒ ã@ߍ9$# (#qè=ä. z`ÏB ÏM»t6Íh©Ü9$# (#qè=uHùå$#ur $·sÎ=»|¹ ( ÎoTÎ) $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×LìÎ=tæ ÇÎÊÈ  
Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya aku Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. Al-mukminun:51)[4]

3.      Motif teogenetis
Yaitu motif-motif manusia sebagai makhluk yang berketuhanan. Motif tersebut barasal dari interaksi antara manusia dengan tuhan nya seperti yang nyata dalam ibadahnya dan dalam kehidupannya sehari-hari dimana ia berusaha merealisasi norma-norma agama tertentu.
Contoh; keinginan untuk mengabdi kepada tuhan yang maha esa.
Firman allah:
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=à2 `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB öNä3»oYø%yu (#rãä3ô©$#ur ¬! bÎ) óOçFZà2 çn$­ƒÎ) šcrßç7÷ès? ÇÊÐËÈ  
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. (QS. Al-baqarah:172)
c.                 Contoh motif sosial dalam perspektif islam
1.      Mendatangi dukun (kahin)

Firman  Allah:
@è% žw ÞOn=÷ètƒ `tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur |=øtóø9$# žwÎ) ª!$# 4 $tBur tbrâßêô±o tb$­ƒr& šcqèWyèö7ムÇÏÎÈ
 Katakanlah: "tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan”. (QS. An-Naml:65)

Nabi Muhammad saw sebagai utusan Allah pembawa risalah dating di tengah-tengah masyarakat, dimana disitu ada sekelompok manusia tukang dusta yang disebut “kukhaan” ( dukun) dan “arraaf” (tukang ramal)[5]
2.      Ghurur (tipu daya)
Firman allah ta’ala:
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# ¨bÎ) yôãur «!$# A,ym ( Ÿxsù ãNä3¯R§äós? äo4quysø9$# $u÷R9$# ( Ÿwur Nä3¯R§äótƒ «!$$Î/ ârátóø9$# ÇÎÈ  
“ wahai manusia sesungguhnya janji allah itu pasti. Karena itu, jaganlah kamu tertipu oleh kehidupan dunia lain, dan janganlah kamu mau diperdayakan tentang allah oleh setan-setan penipu”. (QS.
Fathir:5)

3.      Adu domba (naminah)
Firman allah:
Ÿwur ôìÏÜè? ¨@ä. 7$žxym AûüÎg¨B ÇÊÉÈ   :$£Jyd ¥ä!$¤±¨B 5OÏJoYÎ/ ÇÊÊÈ  
“ dan janganlah kamu ikuti Setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang suka mencela orang yang berjalan kesana kemari dengan mengadu domba”. (QS. Al-qalam:10-11)
islam sangat membenci orang-orang yang suka mendengarkan omongan jelek, kemudian cepat-cepat memindahkan omongan itu dengan menambah-nambah untuk memperdaya atau karena senang adanya kehancuran dan kerusakan. Manusia semacam ini tidak mau membatasi diri sampai kepada yang didengar itu saja, sebab keinginan untuk menghancurkan itulah yang mendorongnya menambah omongan yang mereka dengar.
4.      Menimbun barang
Rasulullah bersabda yang di riwayatkan oleh abu daud, at-tirmidzi dan muslim dari mu’amar:
من ا حتكر فهو خا طىء.                

" barang siapa yang menimbin makanan selama empat puluh hari, ia sungguh lepas dari allah dan allah lepas dari padanya”.

بئس العبد المحتكر,ا ن سمع برحص سا ء ه و ا ن سمع ء فرح.   
“ sejelek-jelek hamba adalah si penimbun. Jika ia mendengar barang murah ia murka dan jika barang menjadi mahal ia bergembira”.
Hadits-hadits diatas yang berkenaan dengan masalah penimbunan dan permainan harga ini, ialah hadits nabi yang diriwayatkan oleh Ma’qil bin yasar salah seorang sahabat nabi.[6]

IV.            Kesimpulannya.

Motif sosial adalah motif yang timbulnya untuk memenuhi kebutuhan individu dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya. Motif timbul itu karena adanya kebutuhan (need).
Motif manusia merupakan dorongan, keinginan, hastrat, dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dalam dirinya, untuk melakukan sesuatu. Motif-motif itu member tujuan dan arah kepada tingkah laku kita. Dan juga kegiatan-kegiatan yang biasa kita lakukan dalam sehari-hari itu mempunyai motif.
Motif tidak selalu dapat diamati dari perilaku, atau dapat dikatakan bahwa perilaku yang Nampak tidak selalu seperti yang Nampak, bahkan kadang-kadang motif berlawanan dengan perilaku yang Nampak. Oleh karena itu kita baru dapat memahami mengapa seseorang melakukan sesuatu kalau kita memahami motif yang mendasarinya.

V.            Penutup

Demikian makalah motif sosial dalam perspektif islam yang dapat penulis sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Amin.


VI.            Daftar Pustaka
Gerungan dipl psych, psikologi sosial, Jakarta, Penerbit: PT Eresco(1991)

Abu ahmadi, psikologi sosial, Jakarta, penerbit: pt rineka cipta (1999)

Imam Al Ghazali, Benang Tipis Antara Halal & Haram, Surabaya, Penerbit: Putra Pelajar, (2002)




[1] http://rasyid-ic.blogspot.com/2012/04/hadits-dan-ayat-tentang-kewajiban.html
[2]Gerungan dipl psych, psikologi sosial, Jakarta, Penerbit: PT Eresco(1991), hal.142
[3] Abu ahmadi, psikologi sosial, Jakarta, penerbit: pt rineka cipta (1999), hal.100
[4] http://afiqme.blogspot.com/2012/08/ayat-ayat-al-quran-berkenaan.html#sthash.g08LEP05.dpuf
[5] Imam Al Ghazali, Benang Tipis Antara Halal & Haram, Surabaya, Penerbit: Putra Pelajar, (2002), Hal. 46





[2]Gerungan dipl psych, psikologi sosial, Jakarta, Penerbit: PT Eresco(1991), hal.142
[3] Abu ahmadi, psikologi sosial, Jakarta, penerbit: pt rineka cipta (1999), hal.100
[4] http://afiqme.blogspot.com/2012/08/ayat-ayat-al-quran-berkenaan.html#sthash.g08LEP05.dpuf
[5] Imam Al Ghazali, Benang Tipis Antara Halal & Haram, Surabaya, Penerbit: Putra Pelajar, (2002), Hal. 46
[6] Ibid, hal 226

No comments:

Post a Comment