Search This Blog

Tuesday, January 21, 2014

makalah GANGGUAN SOMATOFORM (psikologi Abnormal)

SOMATOFORM DISORDERS

MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : psikologi Abnormal
Dosen Pengampu : wisnu buntaran, S.psi

 











        Disusun oleh :

                          xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx



FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
 2013











1.      PENDAHULUAN

Gangguan somatoform adalah sekelompok gangguan mental yang ditempatkan dalam kategori umum berdasarkan gejala eksternal merek. Gangguan ini ditandai dengan keluhan fisik yang tampaknya medis  tetapi yang tidak dapat dijelaskan dengan penyakit fisik, hasil penyalahgunaan zat, atau gangguan mental lainnya. Dalam rangka untuk memenuhi kriteria untuk gangguan somatoform, gejala fisik harus cukup serius untuk mengganggu pekerjaan pasien atau hubungan, dan harus gejala yang tidak di bawah kontrol sukarela pasien.
Hal ini membantu untuk memahami bahwa klasifikasi sekarang gangguan ini mencerminkan perubahan sejarah terbaru dalam praktek kedokteran dan psikiatri. Ketika psikiatri pertama menjadi cabang terpisah kedokteran di akhir abad kesembilan belas, histeria istilah umum digunakan untuk menggambarkan gangguan mental yang ditandai dengan keadaan kesadaran yang berubah (misalnya, tidur sambil berjalan atau negara trans) atau gejala fisik (misalnya, " lumpuh " lengan atau kaki tanpa penyebab neurologis) yang tidak dapat sepenuhnya dijelaskan oleh penyakit medis. Istilah disosiasi digunakan untuk mekanisme psikologis yang memungkinkan pikiran untuk memisahkan perasaan tidak nyaman, kenanga , atau ide-ide sehingga mereka kalah ingat sadar.[1]


2.      RUMUSAN MASALAH

A.    Apakah yang dimaksud somatoform disorders?
B.     Apa saja kah gangguan terhadap somatoform disorders itu?
C.     Bagaimana penangganan terhadap somatoform disorders?



3.      PEMBAHASAN
A.    Pengertian somatoform disorder

Dalam psikologi dikenal istilah Somatoform Disorder (gangguan somatoform) yang di ambil dari bahasa Yunani soma, yang berarti “tubuh”. Dalam gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan penyebabnya. Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.
Didalam somatoform disorder terdapat jenis-jenis yang memiliki spesifikasi dan gejala yang berbeda-beda. Pada gangguan somaform, sebuah kelompok gangguan psikologis yang melibatkan keluhan akan simtom-simtom fisik yang diyakini merefleksikan konflik atau isu psikologis yang mendasarinya pada sejumlah kasus tidak ada dasar medis untuk simtom-simtom fisik tersebut, seperti dalam bentuk kebutaan atau mati rasa secara histerikal (sekarang disebut gangguan konversi) pada kasus-kasus lain, orang dapat memegang pandangan yang berlebihan tentang makna dari simtom fisiknya, dan percaya bahwa hal itu merupakan tanda-tanda dari suatu penyakit serius meskipun diyakini tidak oleh dokternya.[2]




B.     Gangguan somatoform


Gangguan somatoform adalah sekelompok gangguan yang ditandai oleh keluhan tentang masalah atau simtom fisik (misal: nyeri, pusing, mual) yang tidak dapat dijelaskan secara medis. Karena tidak adanya bukti medis yang menjelaskan penyebab keluhan fisik inilah maka faktor psikologis dianggap memegang peranan penting dalam memicu dan mempengaruhi tingkat keparahan serta lamanya gangguan yang dialami.
Gangguan somatoform berbeda dengan malingering atau dengan syndrom munchausen[3]. Malingering adalah kepura-puraan simtom yang bertujuan untuk mendapatkan hasil yang jelas, memiliki karakteristik perilaku yang disengaja dan dilebih-lebihkan. Pasien selalu melakukannya untuk memperoleh keuntungan eksternal sebagai berikut[4]:
1.      Untuk menghindari situasi yang sulit atau berbahaya, menghindari tanggung jawab, atau hukuman.
2.      Memperoleh kompensasi, kamar atau tempat tinggal gratis, persediaan obat atau perlindungan dari polisi.
3.      Untuk membalas ketika pasien mengalami rasa bersalah atau penderitaan karena kehilangan finansial, menjalani hukuman legal atau kehilangan pekerjaan.
Sedangkan yang dimaksud dengan syndrom munchausen adalah suatu bentuk penyakit yang dibuat-buat dengan cara berpura-pura sakit/sengaja membuat dirinya sakit, tidak ada tujuan khusus seorang individu melakukan hal ini kecuali untuk mendapat perhatian para ahli medis.
Adapun berbagai gangguan somatoform diantaranya yakni:
1.      Gangguan nyeri (Pain Disorder)
Pada gangguan ini individu akan mengalami nyeri pada satu tempat atau lebih yang tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan medis. Rasa sakit ini diduga muncul akibat faktor konflik psikologis. Penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan pelatihan relaksasi, mengajari penderita bagaimana caranya menghadapi stres, mendorong untuk mengerjakan aktivitas yang lebih baik, dan meningkatkan kontrol diri.[5]  
Gangguan nyeri ditandai dengan adanya sakit parah sebagai fokus perhatian pasien . kategori gangguan somatoform yang mencakup berbagai pasien dengan berbagai penyakit, termasuk sakit kepala kronis, masalah punggung, arthritis, nyeri otot dan kram, atau nyeri panggul. Dalam beberapa kasus nyeri pasien tampaknya sebagian besar karena faktor psikologis, namun dalam kasus lain rasa sakit berasal dari suatu kondisi medis serta psikologi pasien.
Gangguan nyeri relatif umum dalam populasi umum, sebagian karena frekuensi cedera yang berhubungan dengan pekerjaan nya. Gangguan ini tampaknya lebih umum pada orang dewasa yang lebih tua, dan rasio jenis kelamin hampir sama, dengan rasio perempuan ke laki-laki 2:1 .

2.      Gangguan Dismorfik Tubuh (Body Dysmorphic Disorder)
Merupakan keluhan yang berlebihan/dibesar-besarkan tentang kekurangan tubuh. Penyebab dari gangguan ini belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan faktor budaya atau sosial mempengaruhi. Misalnya adanya konsep bahwa perempuan cantik adalah yang memiliki hidung yang mancung, seorang individu yang mengalami gangguan dismorfik tubuh bisa jadi akan menghabiskan waktu berjam-jam di depan cermin untuk mengamati kekurangan hidungnya atau bisa jadi ia akan mengeluarkan biaya berapapun untuk memperbaiki hidungnya dengan cara operasi plastik.


3.      Hipokondriasis
Yakni ketakutan akan penyakit serius. Kecemasan yang dialami oleh seorang penderita hipokondria bukan hanya sekedar meyakininya saja melainkan juga disertai dengan tindakan, penderita hipokondria akan selalu menanggapi keluhan-keluhn fisik dengan sangat serius dan menyimpulkan bahwa dia menderita penyakit tertentu. Misal ketika menderita batuk, penderita hipokondria akan menganggap bahwa ia mengalami penyakit TBC atau kanker paru, sehingga ia akan terus memeriksakan dirinya ke dokter dan tidak mempercayai hasil lab, sekalipun hasil tersebut sudah sangat akurat.
Penyebab hipokondria umumnya adalah trauma, kecemasan, beban emosional dan konflik psikologis. Penanganan yang bisa dilakukan untuk para penderita hipokondriasis adalah dengan terapi kognitif behavioral karena terapi ini dapat mengubah pemikiran yang pesimis.

4.      Gangguan konversi
Menurut DSM IV, gangguan konversi adalah gangguan dengan karakteristik munculnya satu atau beberapa simtom neurologis (misal: buta, lumpuh, dll) yang tidak dapat dijelaskan secara medis dan diduga faktor psikologis memiliki peranan penting dengan awal dan keparahan gangguan.
Gangguan konversi (conversion disorders) dicirikan oleh suatu perubahan besar dalam fungsi fisik, meski tidak ada temuan medis yang dapat ditemukan  sebagai simtom atau kemunduran fisik. Simtom-simtom ini tidaklah dibuat secara sengaja. Simtom fisik itu biasanya timbul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan. Tangan seorang tentara dapat menjadi “lumpuh” saat pertempuran yang hebat
Menurut DSM, simtom konversi menyerupai kondisi neurologis atau medis umum yang melibatkan masalah dengan fungsi motorik (gerakan) yang volunteer atau fungsi sensoris. Babarapa pola simtom yang klasik melibatkan kelumpuhan, epilepsy, masalah dalam koordinasi, kebutaan tunnel vision (hanya bisa melihat apa yang berada tepat didepan mata), kehilangan indra paendengaran atau penciuman atau kehilangan rasa pada anggota badan(anestesi).[6]                                                                                                                                                                                                   

5.      Gangguan Somatisasi
Gangguan somatisasi adalah gangguan dengan karakteristik berbagai keluhan atau gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat (tidak memenuhi syarat) dengan menggunakan hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium. Gangguan ini bersifat kronis (muncul selama beberapa tahun dan terjadi sebelum usia 30 tahun) dan berhubungan dengan stres psikologis yang signifikan, hendaya dalam kehidupan sosial dan pekerjaan serta upaya mencari pertolongan medis yang berlebihan.
Adapun menurut DSM IV gejala-gejala yang muncul harus meliputi[7]:
1.      Minimal ada empat simtom nyeri pada lokasi yang berbeda.
2.      Minimal ada dua simtom gastrointestinal. (misal: mual, kembung)
3.      Riwayat minimal ada satu simtom seksual yang berbeda dari rasa sakit/nyeri. (misal: ketidakmampuan ereksi).
4.      Satu gejala pseudoneurologis: Riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti sulit menelan atau benjolan ditenggorokan, retensi urin, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang).
Gangguan somatisasi sering disertai oleh gangguan mental yang lain, seperti gangguan kepribadian, cemas, fobia, dll.
Penanganan yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan kesadaran pasien tentang kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam gejala penyakit. Dalam lingkungan psikoterapeutik, pasien dibantu untuk mengatasi gejalanya, untuk mengekspresikan emosi yang mendasari dan untuk mengembangkan strategi alternatif untuk mengekspresikan perasaan mereka.
 Jika gangguan somatisasi disertai dengan gangguan yang lain maka terapi psikofarmakologis penting untuk diterapkan dengan disertai pengawasan, sebab penderita ini cenderung mengkonsumsi obat secara berlebihan[8].

C.    PENANGGANAN TERHADAP SOMATOFORM

Jika memang terindikasi bahwa kamu adalah penderita somatoform disorder disarankan segara mendatangi psikolog untuk diberikan penanganan terapi agar gangguan dapat berkurang. Namun untuk kamu yang masih dalam taraf yang normal berikut adalah tips agar mengurangi rasa cemas atau gugup pada saat menghadapi situasi-situasi yang kurang membuat kamu nyaman:
1.      Tunda Kecemasan
Ini adalah teknik sederhana mengatasi kecemasan. Jika kamu sedang menghadapi situasi yang mengkhawatirkan, coba katakan pada diri sendiri “nanti aja deh aku menghawatirkan ini, karna gak akan terjadi apa-apa hari ini”. Setiap kali masalah muncul di pikiran kamu, pakailah cara ini karna fakta mengatakan bahwa kecemasan berlebihan sebagian besar tidak pernah terjadi. Menunda hanya cara untuk mengatasi pikiran negatif. Sifat alami dari pikiran manusia adalah menciptakan masalah dan mencemaskannya. Teknik ini adalah cara mengatasi kecemasan berlebihan yang paling mudah.
2.      Ambil Tindakan
Rasa cemas membuat kita lumpuh oleh ketakutan. Daripada hanya mencemaskannya saja, pikirkan dengan hati-hati langkah yang bisa diambil untuk menghindari masalah tersebut. Misalnya, ketika kamu mencemaskan masalah keuangan, pikirkan cara untuk mengurangi pengeluaran, cara meningkatkan pendapatan dsb. Cara mengatasi kecemasan bukan dengan hanya merasakannya dan seolah tidak berdaya. Ambilah tindakan, Beberapa masalah tidak boleh diabaikan dan butuh tindakan, sebagian lagi tidak memerlukan tindakan apa-apa karena hanya merupakan imajinasi belaka.
3.      Hati-Hati Dengan Apa Yang Dipikirkan
Ketika kita sering memikirkan sesuatu, kemungkinan besar hal tersbut akan terwujud. Jika kita khawatir akan membuat kesalahan, peluang kesalahan tersebut bisa terjadi semakin besar. Oleh karena itu, berhati-hatilah dengan apa yang kamu pikirkan. Ingat tentang kekuatan pikiran. Daripada memikirkan hal yang negatif, pikirkan cara mendapatkan jalan keluar dari masalah.
4.      Kendalikan Pikiran
Cara menghilangkan kecemasan yang paling utama adalah dengan belajar mengendalikan pikiran. Kadang kita dikuasai oleh pikiran sendiri, seolah kita diperbudak oleh pikiran yang belum jelas. Identifikasi pikiran yang muncul terlebih dahulu, terima jika pikiran itu benar dan keluarkan bila pikiran itu hanya merusak diri. Milikilah kemampuan untuk mengendalikan pikiran kita sendiri.
5.      Jangan Bersikap Angkuh
Kita sering khawatir tentang penilaian orang lain terhadap diri kita. Kita khawatir tidak dapat memenuhi harapan orang lain. Pemikiran seperti ini yang membuat diri angkuh karena terus-menerus mencari penghargaan dan kekaguman dari orang lain. Diperlukan kepercayaan diri yang tinggi dan ketenangan batin untuk tidak khawatir terhadap penilaian orang lain.[9]

D.    KESIMPULAN

Dalam psikologi dikenal istilah Somatoform Disorder (gangguan somatoform) yang di ambil dari bahasa Yunani soma, yang berarti “tubuh”. Dalam gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan penyebabnya. Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing). Berbagai gangguan somatoform diantaranya:
A.    Gangguan nyeri (Pain Disorder)
B.     Gangguan Dismorfik Tubuh (Body Dysmorphic Disorder)
C.     Hipokondriasis
D.    Gangguan konversi
E.     Gangguan Somatisasi

F.     PENUTUP
Demikian makalah ini saya buat, saya sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Maka dari itu saya mengharap kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua. aminnn

G.    DAFTAR PUSTAKA
Jeffery S. Nevid, Spencer A. Rathus, Beverly Greene. psikologi Abnormal. Jakarta: Penerbit   Erlangga. 2003
V. Mark Durand & David H. BarlowI. intisari Psikologi Abnormal. pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2006
Fitri Fausiah & Julianti Widury, Psikologi Abnormal Klinik Dewasa. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. 2005




[2] Jeffery S. Nevid, Spencer A. Rathus, Beverly Greene, psikologi Abnormal, Jakarta: Penerbit   Erlangga, 2003, hal 201.
[3] Jeffery S. Nevid, Spencer A. Rathus, Beverly Greene, psikologi Abnormal, Jakarta: Penerbit   Erlangga, 2003
[4] Fitri Fausiah & Julianti Widury, Psikologi Abnormal Klinik Dewasa, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2005, hlm. 35
[5] V. Mark Durand & David H. BarlowI, intisari Psikologi Abnormal, pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, hal 239.
[6] Jeffery S. Nevid, Spencer A. Rathus, Beverly Greene, Ibid, hal. 217
[7]  Fitri Fausiah & Julianti Widury, Opcit, hlm 33

No comments:

Post a Comment