Search This Blog

Wednesday, November 28, 2012

CONTOH TUGAS TEKNIK PERIKLANAN



1.      Pentingnya riset sebelum mengerjakan konsep iklan?
Biro iklan tidak hanya menghasilkan iklan. Mereka pertama harus disewa oleh klien yang memiliki produk dan jasa yang mereka ingin menjual. Dalam rangka untuk mendapatkan bisnis mereka, biro iklan membuat presentasi kepada calon klien yang menunjukkan beberapa ide untuk merek calon klien. Dalam mempersiapkan sebuah presentasi, agen akan meneliti perusahaan klien, merek, dan merek kompetitif utama dalam kategori yang sama. Riset yang dilakukan tidak terbatas pada uji kreativitas saja.
 Perusahaan berpeluang memperoleh manfaat yang besar dari penelitian atas data-data dan informasi statistik (yang dijual oleh biro-biro pengumpul data) antara lain : data mengenai jumlah pembaca dan penonton/pendengar dari setiap media cetak dan elektronik, sehingga perusahaan dan biro iklan yang disewanya akan dapat menentukan pilihan media yang paling tepat untuk memuat iklan-iklannya. Perusahaan juga berkesempatan untuk mengendalikan lama waktu munculnya sebuah iklan dengan menilai kapan saat-saat yang paling memungkinkan bagi sasaran target untuk menyaksikan penayangan iklannya
Analisis riset dasar?
1.      Lakukan survey iklan
Anda bisa mengetahui kondisi iklan dengan cara membuat survey, melalui angket, kuesioner atau wawancara langsung pada masyarakat. Dari kegiatan tersebut Anda bisa mengetahui minat dan kebutuhan konsumen, yang telah diwakili dari hasil survey yang didapatkan di lapangan. Semakin luas jangkauan masyarakat yang Anda survey, maka semakin valid pula hasil yang diperoleh.
2. Amati perkembangan iklan
Anda bisa melakukan riset dengan mengamati perkembangan iklan yang ada saat ini. Amati trend yang sedang banyak dicari masyarakat, dan amati pula produk-produk yang sudah ada di pasaran. Hasil pengamatan bisa Anda jadikan sebagai bahan pertimbangan, sebelum akhirnya melemparkan sebuah produk ke pasaran.
3. Perhatikan tingkat persaingan pasar
Sebelum memasarkan produk, sebaiknya Anda mengetahui tingkat persaingan yang ada di pasaran. Tawarkan inovasi baru untuk memasuki pasar yang sudah dipenuhi para pesaing. Agar produk Anda tidak kalah saing di tengah-tengah pasar yang sudah ramai.
.
2.      Ambil contoh iklan niaga, analisis dan temukan konsepnya serta kesan?
Analisis  dalam media promosi berbentuk iklan produk new close up fire-freeze adalah mempertemukan kedua orang anak muda ini dalam satu lift dimana ada ketertarikan antara siwanita menggunakan baju merah yang mewakili warna fire dan pria menggunakan warna mewakili warna dari freeze. Dalam konsep ini juga menunjukkan sensasi yang didapat menggunakan new close up fire-freeze yang dapat dilihat dari kedekatan pria dan wanita ini.
Kesannya jika menggunakan produk new close up fire-freeze kita dapat menarik lawan jenis dengan kesegaran nafasnya yang begitu lama, bersih dan kuat. Kita menggunakan produk ini juga dapat percaya diri untuk tertawa dengan lepas.

Makalah Kewiraan


MAKALAH KEWIRAAN
WAJAH POLITIK JAKARTA

Disusun oleh :

Nurul Ahmad Ghozali
14030110060050
 

DIII ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012




BAB PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan perubahan sistem pemilihan umum di Indonesia, bentuk-bentuk kampanye politik turut berubah. Penggunaan konsultan politik merupakan salah satu cara kampanye modern yang banyak dilakukan saat ini.
Melalui survei yang dilakukan konsultan politik, parpol atau politisi bisa mengetahui perilaku pemilih, membuat pertimbangan untuk menentukan calon, membuat program kampanye, dan mengetahui hasil pemilihan lewat penghitungan cepat. Selain itu, konsultan politik bisa memoles calon atau parpol melalui kampanye pencitraan di media massa.
Meski terbilang modern, kampanye dengan pencitraan melalui iklan politik itu mempunyai kecenderungan manipulatif. Pengamat politik J Kristiadi dari CSIS mengingatkan, iklan politik mirip dengan reklame produk komersial. Iklan politik dapat mengubah seorang politisi medioker menjadi pemimpin karismatik. Yang terjadi adalah ironi politik. Mereka yang bekerja keras, mempunyai kompetensi dan kapabilitas, terpaksa kalah dari mereka yang populer (Kompas, 25/11/2008). Selain itu, rakyat sebagai pemilik suara kurang bisa mendapatkan informasi yang komprehensif dan benar tentang sosok atau parpol yang ditawarkan.
Di masa Orde Baru, hubungan parpol dan konstituen selalu berjarak. Golkar mendominasi hampir setiap aktivitas kampanye pemilu. Kampanye Golkar selalu dipadati massa dan simpatisan. Namun, hal itu terjadi karena mobilisasi massa dilakukan. Alhasil, rakyat menjadi biasa memilih Golkar sebagai kewajiban di era Orba, dan bukan karena mendapatkan pendidikan politik yang baik.
“Paling demokratis”. Kondisi itu jauh berbeda dengan kampanye Pemilu 1955 yang dikenal sebagai pemilu pertama dan disebut-sebut sebagai salah satu pemilu yang paling demokratis. Melalui kampanye tradisional seperti pengalangan massa, pertemuan-pertemuan, rapat umum, dan orasi tokohnya, parpol peserta Pemilu 1955 gigih menggalang dukungan pemilih hingga ke desa-desa.
Selain memperkenalkan tanda gambar yang akan dicoblos, mereka juga melakukan kegiatan sosial untuk membangun basis massa yang lebih permanen dan bersifat jangka panjang. Tak heran bila jarak antara pengurus parpol dan konstituen terbilang dekat. Pemilih memiliki ikatan efektif dengan partai yang didukungnya. Bahkan, terjalin ikatan yang kuat antara parpol dan anggotanya dengan menerapkan kartu anggota.
Disebutkan bahwa partai-partai besar seperti PNI, NU, Masyumi, dan PKI giat memperagakan lambang partainya dan menerapkan kartu anggota. Menjelang pemilu, jumlah anggota PNI tercatat 5,2 juta orang dan PKI sekitar 1 juta orang. Kampanye yang dilakukan parpol pada saat itu menciptakan semangat kolektivitas di tingkat desa. Parpol mampu menjalankan fungsi-fungsi sosial yang penting di desa seperti gotong royong dan kegiatan sosial. Saat ini, sistem politik telah berubah total pasca-Reformasi. Format keterbukaan dan dialog langsung kembali diinginkan publik sebagaimana yang dulu pernah berlangsung.












1.2 Perumusan Masalah
            Rumusan masalah penulisan ini adalah :
1.      Apa arti pencitraan sebenarnya?
2.      Bagaimana proses pencitraan itu terjadi?
3.      Bagaimana tanggapan partai politik yang mengusung kandidat tersebut?

















BAB ISI

1.1  Pembahasan

Dari berbagai definisi yang ada, bisa ditarik kesimpulan bahwa pencitraan adalah “how to make something or someone to be good opinion”. Yaitu suatu upaya agar sesuatu hal, sesuatu barang atau suatu pribadi dinilai baik oleh masyarakat, sejauh itu sesuai dengan fakta dan bertujuan baik”.
“Politik pencitraan itu bahkan sama sekali tidak ada. Karena mereka tampil apa adanya. Jokowi yang suka garuk-garuk kepala, Jokowi yang ketawa kalau tidak bisa menjawab, yah memang apa adanya mereka begitu.” Hasan Nasbi, Direktur Eksekutif Cyrus Network [Kompas.com]
Selain pernyataan Hasan Nasbi, cukup banyak juga pemberitaan media yang senada dengannya. Menurut KBBI online, citra adalah rupa, gambar, gambaran, gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk. Sedangkan pencitraan dalam ranah politik didefenisikan sebagai gambaran diri yang ingin diciptakan oleh seorang tokoh masyarakat.
Nah, bukankah pemberitaan (terlepas dari benar atau tidaknya) karakteristiknya yang khas, track record yang diberitakan sukses mengelola kota Solo, bebas korupsi, merakyat dst, adalah sebentuk pencitraan berdasarkan defenisi di atas. Bukankah penerbitan buku Ajianto Dwi Nugroho yang berjudul “Jokowi, Politik Tanpa Pencitraan” adalah sebentuk politik pencitraan? [Gramedia].
Saya mengakui bahwa Jokowi-Ahok memang populer seperti data survey yang dipublikasikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) (Tempo), bahkan tanpa melihat hasil survey AJI pun saya bisa merasakan kepopulerannya di berbagai media, khususnya media online. Nah, justru pencitraan politiklah yang telah mempopulerkan Jokowi-Ahok. “Jika ada yang mengaku bebas dari pencintraan, perlu dipertanyakan kejujurannya dalam berpolitik.” [Bungram]
Siti Zuhro, Peneliti Politik senior LIPI, mengatakan baik Fauzi Bowo atau Joko Widodo melakukan politik pencitraan dengan gayanya masing-masing. "Di situ ada yang melakukan politik pencitraan lugas dengan caranya, biar saja seperti ini. Ada yang dimake-up (dirias) sedemikian rupa supaya dirinya terkesan sangat utuh," ujar Zuhro dalam diskusi santai 'Pembelajaran Pilkada DKI untuk Penataan Pilkada Indonesia' di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (30/9/2012).
Namun, lanjut Zuhro, metode politik pencitraan tersebut justru bisa menggali kubur sendiri karena bisa menjadi bom waktu. "Ada keinginan akhirnya dari masyarakat untuk menguak mengapa yang bersangkutan politik pencitraannya diutamakan. Itu sebenarnya cara satu sisi bahwa ada yang tidak mumpuni untuk menajamkan programnya," lanjut Zuhro.
Dikatakannya, masyarakat seharusnya tidak diberikan cek kosong dengan menjual pencitraan yang menonjol. Sebab dengan pencitraan yang kental, justri niatan membangun Jakarta kemudian dipertanyakan. "Kontestasinya memang belum utuh menurut saya. Satunya kental dengan politik pencitraan satunya kental dengan top down elitismenya. Kita disuguhi kekuatan yang tidak bisa kita kompetisikan atau komprtasikan (perbandingkan)," jelasnya.
Jokowi tampil dengan tampang ndeso, gaya khas daerah, jauh dari kesan tampang kota. Menjawab pertanyaan juga apa adanya. Gaya ini ternyata lebih disukai mayoritas publik ketimbang muncul dengan wajah seorang birokrat yang ngomongnya terlalu diatur dan jaim, jaga image. Para bakal calon kepala daerah lain juga berusaha tampil dengan cara ini. Termasuk menggunakan kostum khusus seperti Jokowi dengan para simpatisannya. Pendek kata, cara-cara Jokowi akan berimbas kepada para kandidat kepala daerah lain di Indonesia (palembang.tribunnews.com).
Ini sangat menarik untuk kita amati fenomena Jokowi Effect. Ada tiga hal yang menarik dari sosok Jokowi yang menginspirasi para kandidat yang berlaga di Pilkada tersebut, yang menjadikan sosok walikota Solo dua periode tersebut. Pertama, kepemimpinan yang merakyat dan dekat dengan akar rumput. Kedua, didukung sedikit partai (hanya PDI-P dan Partai Gerinda). Ketiga, ongkos politik yang rendah dan tidak jor-joran dalam pencitraan. Tentu ketiga hal ini sangat memungkinkan untuk diterapkan oleh para kandidat tersebut.
Pencitraan yang paling menonjol dari Jokowi adalah dengan kostum resmi kampanyenya yakni baju kotak-kotak. Ternyata banyak para kandidat Pilkada tersebut juga ingin “didandani” dengan baju kotak-kotak juga. Menariknya, mereka juga mencopas habis gaya Jokowi-Ahok, ini hanya sekedar tren atau cara pencitraan diri bagi pasangan kandidat tersebut
Belum sebulan dilantik, Jokowi Ahok langsung bekerja dan turun ke lapangan. Media masih mengejar dan menguntit keduanya sebagai sumber berita laris manis. Sementara bagi beberapa orang, masih mencibir sepak terjang Jokowi Ahok ini sebagai pencitraan. Sementara beberapa orang lainnya justru membela: “pejabat gak kerja dimarah-marahin, pejabat kerja malah dibilang pencitraan”.
Sebetulnya apa sih hebatnya Jokowi Ahok ini karena mblusukkan ke kampung-kampung, Monitoring keliling gedung Balai Kota, Sidak ke kelurahan dan kecamatan. Yang dikerjakan Jokowi Ahok itu adalah pekerjaan sesungguhnya dari seorang gubernur dan wakil gubernur. Istilah orang swasta adalah job description-nya. Jadi job description-nya gubernur dan wakil gubernur itu ya seperti yang ditanyakan tadi di atas. Yang menjadi hebat bukan Jokowi Ahok-nya, melainkan sistem birokrasi pemerintahan yang selama ini mandul, tidak bekerja, leyeh-leyeh, dan tidak ditindak itulah yang hebat!
Jokowi dan Ahok cuma pejabat negara, pelayan masyarakat, yang digaji oleh pajak warga DKI. Mereka sadar itu maka mereka bekerja dan menjalani amanah itu. Tidak ada yang aneh dan tidak ada yang hebat. Saya percaya di kelurahan, kecamatan, atau kantor Pemprov DKI pun masih banyak PNS yang bekerja total untuk melayani masyarakat.
Dalam prosesnya, pencitraan cara itu memakan biaya. Biaya untuk membayar konsultan, agensi periklanan, mengundang dan membayar wartawan untuk diliput. Saat seorang tokoh berkampanye, maka dia sedang melakukan proses pencitraan. Namun, sejak kunjungan ke daerah kumuh masuk ke dalam salah satu “program” kampanye, maka sejak itulah, siapa pun tokoh, pejabat, atau selebriti yang turun ke pelosok dianggap pencitraan. Apalagi saat mblusukkan ke kampung-kampungnya itu diliput media. Anehnya untuk Jokowi Ahok, situasinya terbalik karena media lah yang memburu kemana saja Jokowi Ahok pergi. Bagi media, topik Jokowi Ahok masih laku dijual sebagai berita. Kelak, jika sudah tidak laku lagi jangan-jangan para wartawan itu males membututi Jokowi Ahok lagi.
Sebaliknya.. jika kelak saat wartawan sudah tidak meliput Jokowi Ahok lagi lantas mereka berdua kendor atau ogah-ogahan kerja, maka bisalah kita semua mencap Jokowi Ahok selama ini bekerja hanya untuk pencitraan. Kita tunggu dan kita pantau saja. Ujian warga adalah sama-sama ikut memantau kinerja mereka berdua dan siap bersikap sportif jika memang keduanya ternyata tidak sungguh-sungguh bekerja. Ini lebih sportif daripada kerja kita sebagai warga cuma mengomentari, mencibir, dan nyinyir saja.
Kemenangan Jokowi di pilkada DKI Jakarta 2012 meninggalkan “konflik” bagi partai pendukungnya, yaitu PDIP dan Gerindra. Bermula dari hasil survey sebuah lembaga yang mengatakan Prabowo lebih diuntungkan terkait citra dan pilpres (pemilihan presiden) 2014 dibanding Megawati.
Tanggapan mengenai hal ini, baik yang berasal dari kalangan PDIP maupun Gerindra menimbulkan beberapa perkiraan, dugaan, prediksi, analisis dan catatan, antara lain:
PDIP khawatir posisi tawar menawar politiknya menjadi lemah pada pilpres 2014 nanti jika menginginkan Megawati sebagai capres (calon presiden) dan Prabowo sebagai cawapres (calon wakil presiden).
Gerindra memiliki posisi tawar menawar politik yang cukup kuat untuk membalikkan keadaan, yaitu Prabowo (Gerindra) capres dan Megawati (PDIP) cawapres.
Kemenangan Jokowi di pilkada DKI Jakarta 2012 menurut pengamat politik lebih disebabkan figur, bukan partai pendukungnya.
Jika figur Prabowo lebih menjanjikan untuk menjadi capres di pilpres 2014 nanti, Gerindra tetap membutuhkan kerja sama politik dengan PDIP yang memiliki basis pendukung massa yang lebih kuat.
Seandainya Prabowo akhirnya diputuskan yang maju sebagai capres, mungkinkah Megawati bersedia menjadi cawapres?. Kemungkinan besar tidak. Selain gengsi, nama Megawati tidak terlalu menjual untuk menarik perhatian pemilih di luar PDIP dan Gerindra.
Mungkinkah Puan Maharani yang tampil sebagai cawapres?. Mungkin saja, tapi masih ada figur yang lebih menjual yang berasal dari PDIP pula, yaitu Jokowi.
Figur Jokowi belum menjual sebagai capres di pilpres 2014 nanti. Waktu sekitar 2 tahun pertama masa kegubernurannya akan disibukkan dengan permasalahan yang ada di DKI Jakarta. Jika Jokowi lolos dari ujian 2 tahun masa kegubernurannya, figurnya akan laku dijual sebagai cawapres.
Mungkinkah PDIP dan Gerindra akhirnya sepakat memajukan figur Prabowo sebagai capres dan Jokowi sebagai cawapres?. Apa keuntungan politik bagi PDIP dan terlebih lagi bagi “dinasti Soekarno”?.
Jika kesepakatan politik tidak terjadi, kemesraan politik PDIP dan Gerindra berakhir, masing-masing mengambil jalan politiknya, siapa calon pendamping Prabowo yang layak sebagai cawapres?. Putusnya hubungan mesra politik antara PDIP dan Gerindra cenderung lebih merugikan ke dua belah pihak.
Benarkah PDIP masih ngotot ingin memajukan Megawati sebagai capres 2014?. Untuk mendongkrak perolehan suaranya mengambil Jokowi sebagai cawapres?.
Tahun 2014 menuju pilpres sekitar 2 tahun lagi. Panjang atau pendeknya waktu yang tersisa masih dapat menaikkan atau menurunkan figur Prabowo, Megawati dan Jokowi yang akan mempengaruhi kesepakatan politik antara PDIP dan Gerindra mengenai capres dan cawapresnya nanti, jika hubungan mesra politiknya belum berakhir.








Bab Penutup

1.1  Kesimpulan

Pencitraan itu baik sejauh caranya baik dan tujuannya baik sesuai dengan fakta yang baik
.Pencitraan itu buruk apabila bertujuan untuk menutupi hal-hal yang buruk.
1.2  Saran

Pencitraan sebaiknya dilakukan tidak hanya mengedepankan kepentingan pribadi semata tetapi sebaiknya juga mengedepankan kepentingan public supaya public tidak merasa ditipu dan dibohongi bahkan dirugikan oleh keputusan tersebut.













Daftar pustaka