Pengertian Motif
Motif adalah dorongan yang sudah terikat pada suatu tujuan.
Misalnya, apabila seseorang
merasa lapar, itu berarti kita membutuhkan atau menginginkan
makanan. Motif menunjuk
hubungan sistematik antara suatu respon dengan keadaan dorongan
tertentu. Apabila dorongan
dasar itu bersifat bawaan, maka motif itu hasil proses belajar.
Ada beberapa definisi tentang motif:
1. Gerungan (1975) :
Motif itu merupakan suatu pengertian yang melengkapi semua
penggerak alasan-alasan atau
doronga-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat
sesuatu.
2. Lindzey, Hall dan Thompson (1975) :
Motif adalah sesuatu yang menimbulkan tingkah laku.
3. Atkinson (1958) :
Motif sebagai sesuatu disposisi laten yang berusaha dengan kuat
untuk menuju ke tujuan
tertentu, tujuan ini dapat berupa prestasi, afiliasi ataupun
kekuasaan
4. Sri Mulyani Martaniah (1982) :
Motif adalah suatu konstruksi yang potensial dan laten, yang
dibentuk oleh pengalamanpengalaman,
yang secara relatif dapat bertahan meskipun kemungkinan berubah
masih ada,
dan berfungsi menggerakan serta mengarahkan perilaku ke tujuan
tertentu.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa motif
merupakan suatu
pengertian yang mencukupi semua penggerak, alasan, atau dorongan
dalam diri manusia yang
menyebabkan ia berbuat sesuatu. Semua tingkah laku manusia pada
hakikatnya mempunyai
motif. Tingkah laku juga disebut tingkah laku secara refleks dan
berlangsung secara otomatis dan
mempunyai maksud-maksud tertentu walaupun maksud itu tidak senantiasa
sadar bagi manusia.
Motif-motif manusia dapat bekerja secara sadar, dan juga secara
tidak sadar bagi diri manusia.
Kegiatan kegiatan yang biasa kita lakukan sehari-hari juga
mempunyai motif-motifnya
tersendiri. Kita menyetel weker (jam) kita pagi-pagi dengan motif
untuk melakukan sesuatu
pekerjaan sebelum kita masuk kantor.
Suatu contoh: apabila seseorang sedang makan siang dirumah
tiba-tiba dengan tidak
berkata apa-apa meletakan sendok-garpunya, lompat dari kursi, dan
lari ke luar,maka sukar
sekali tingkah laku ini dipahami apabila kita tidak mengetahui
motif-motifnya untuk berbuat
demikian sehingga kita menganggapnya aneh, tidak sosial, atau
apapun. Dalam hal ini mungkin
dorongannya adalah bahwa orang tersebut ketika menengok ke luar
jendela melihat seseorang
lewat di jalan yang kemarin membawa lari uang pinjaman yang sangat
ia perlukan pada saat itu.
Gardner Lindzey, calvin S. Hall dan Richard F. Thompson dalam
bukunya Psychology
(1975, P. 339) mengklasifikasikan motif ke dalam dua hal yaitu:
1. Drives (needs)
Drive adalah yang mendorong untuk bertindak. Drives yang merupakan
proses organik
internal disebut drives primer atau drives yang tidak dipelajari.
Misalnya: lapar dan haus.
Drives yang lain diperoleh melalui belajar. Misalnya: persaingan.
2. Incentives.
Incentives adalah benda atau situasi (keadaan) yang berbeda di
dalam lingkungan sekitar kita
yang merangsang tingkah laku. Incentives ini merupakan penyebab
individu untuk bertindak.
Antara drive dan incentives pada dasarnya merupakan dua sisi dari
mata uang logam.
Lapar menyebabkan kita bertindak untuk mendapatkan makanan, dan
makanan yang kita
dapatkan mengundang kita untuk memakannya. Bila kita tidak lapar
maka makananan tidak
memiliki nilai incentives. Tetapi incentives juga dapat menimbulkan
kita untuk bertindak tanpa
ada hadirnya drives. Misalnya: mungkin kita tidak lapar, tetapi
melihat mie goreng terhidang di
atas meja merangsang nafsu makan kita. Drives primer memenuhi
kebutuhan untuk
kelangsungan hidup dan kesehatan dengan jalan memenuhi kebutuhan
psikisnya. Drives yang
dipelajari memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosialnya. Misalnya: kebutuhan untuk ”disetujui” merupakan drives
yang dipelajari karena
diperolehnya melalui persetujuan orang lain, yaitu bisa orang
luar, guru atau temannya. Penguat
(reinforcer) yang digunakan untuk timbulnya drives pada seseorang
ini adalah incentives.
Incentive ini akan berpengaruh terhadap semangat seseorang untuk
bertindak. Incentif ini dapat
positif dapat pula negatif. Incentives yang positif adalah hadiah.
Incentives yang negatif adalah
hukuman.
Pengertian Motif Sosial
Setelah diketahui apakah sebenarnya motif itu, maka berikut ini
disajikan beberapa
definisi motif sosial.
1. Lindgren (1073)
Motif sosial adalah motif yang dipelajari melalui kontak orang
lain dan bahwa lingkungan
individu memegang peranan yang penting.
2. Barkowitz (1969)
Motif sosial adalah motif yang mendasari aktivitas individu dalam
mereaksi terhadap orang
lain.
3. Max Crimon dan Messick (1976)
Mengatakan bahwa seseorang menunjukan motif sosial, jika ia dalam
membuat pilihan
memperhitungkan akibatnya bagi orang lain.
4. Heckhausen (1980)
Motif sosial adalah motif yang menunjukan bahwa tujuan yang ingin
dicapai mempunyai
interaksi dengan orang lain.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa definisi
motif sosial adalah
motif yang timbul untuk memenuhi kebutuhan individu dalam
hubungannya dengan lingkungan
sosialnya.
Motif timbul karena adanya kebutuhan/need. Kebutuhan kebutuhan
dapat diartikan
sebagai:
1. Satu kekurangan universal dikalangan umat manusia dan musnah
bila kekurangan itu tidak
tercukupi.
2. Satu kekurangan universal dikalangan umat manusia yang dapat
membantu dan membawa
kebahagiaan pada manusia bila kekurangan itu terpenuhi, walaupun
hal itu tidaklah esensiil
terhadap kelangsungan hidup manusia.
3. Sebuah kekurangan yang dapat dipenuhi secara wajar dengan
berbagai benda lainnya apabila
ada benda khusus yang diingini tidak dapat diperoleh.
4. Sifat taraf kebutuhan.
Kebutuhan (need) dapat dipandang sebagai kekurangan adanya
sesuatu, dan ini
menuntutt segera pemenuhannya, untuk segera mendapatkan
keseimbangan. Situasi kekurangan
ini berfungsi sebagai suatu kekuatan atau dorongan alasan, yang
menyebabkan seseorang
bertindak untuk memenuhi kebutuhan. Sehingga kalau digambarkan
prosesnya sebagai berikut:
![]() |
![]() |
|
|||||
![]() |
1. Makanan 1.
Lapar 1.
Makan
2. Oksigen 2.
Sesak Nafas 2.
Bernafas
3. Air 3.
Haus 3.
Minum
Seperti telah disebut dimuka, kebutuhan dan motif tidak bisa
diamati. Yang menampak atau yang bisa diamati perilakunya. Dari bentuk-bentuk
perbuatan yang serupa kita simpulkan adanya kebutuhan dari motif itu. Selain
pengamatan terhadap tingkah laku individu ada jalan lain untuk mengetahui atau
meyakini adanya kebutuhan dan motif ialah dengan mengetahui pengalaman pribadi.
Misalnya: seorang perokok pernah mengalami bagaiman kuatnya keinginan untuk
mencari rokok apabila sudah lama tidak merokok, sehingga ia dapat membayangkan apabila
hal tersebut menimpa orang lain.
Wood
Worth dan Marquis membedakan motif atas:
1.
Motif
yang tergantung pada keadaan dalam jasmani.
Motif ini merupakan kebutuhan organik. Misalnya: makan, minum,
dsb.
* ûÓÍ_t6»t
tPy#uä
(#räè{
ö/ä3tGt^Î
yZÏã
Èe@ä.
7Éfó¡tB
(#qè=à2ur
(#qç/uõ°$#ur
wur
(#þqèùÎô£è@
4
¼çm¯RÎ)
w
=Ïtä
tûüÏùÎô£ßJø9$#
ÇÌÊÈ al-a’raf
31. Hai anak Adam, pakailah
pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid[534], Makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan.
2.
Motif
yang tergantung hubungan individu dengan lingkungan.
Motif ini dibedakan menjadi:
a.
Emergency
motive / motif darurat.
Ini adalah motif yang membutuhkan
tindakan segera karena keadaan sekitarnya menuntut
demikian. Misalnya: motif untuk
melepaskan diri dari bahaya, melindungi matanya dan
sebagainya.
b.
Objektif
motive / motif objektif
Motif yang berhubungan langsung dengan
lingkungan baik berupa individu maupun
benda. Misalnya: penghargaan, memiliki mobil, memiliki rumah bagus
dan sebagainya.
Teevan dan Smith (1964) menggolongkan motif atau dasar
perkembangannya menjadi
dua kelompok yaitu:
1. Motif Primer
Perilaku
Adalah motif yang timbulnya berdasarkan proses kimiawi fisiologik
dan diperoleh
dengan tidak dipelajari. Contohnya: haus dan lapar.
2. Motif Sekunder
Adalah motif yang timbulnya tidak secara langsung berdasarkan
proses kimiawi
psikologik dan umumnya diperoleh dari proses belajar baik melalui
pengalaman maupun
lingkungan. McClelland mengemukakan bahwa motif sekunder disebut juga
dengan
motif social yang terdiri dari:
a. Motif berprestasi
b. Motif berafiliasi
c. Motif berkuasa
Macam-Macam Motif Sosial
1. Motif Tunggal/Motif Bergabung
Motif kegiatan-kegiatan kita dapat merupakan motif tunggal atau
motif bergabung.
Misalnya, mendengarkan Warta Berita RRI mungkin mempunyai motif
yang umum,
mungkin juga bermotif lain, misalnya untuk mendengarkan berita
tertentu yang berhubungan
dengan pekerjaan di kantor kita.
Contoh lain: apabila seseorang menjadi anggota suatu perkumpulan,
maka motifmotifnya
biasanya bergabung. Ia mungkin ingin belajar sesuatu yang baru
bersama-sama
dengan anggota perkumpulan tersebut; disamping itu mungkin ia
ingin belajar berorganisasi;
mungkin juga ia ingin mengenal dari dekat anggota-anggota
kelompok; ia juga mungkin
ingin memperluas relasi-relasinya guana kelancaran pekerjaan
kantornya, dll.
Dengan demikian, orang yang bersangkutan mungkin mempunyai
bermacam-macam
motif yang sekaligus bekerja di balik perbuatan menggabungkan diri
dallam organisassi itu.
Untuk memahami susunan motif yang mendorong seseorang manusia
dewasa berbuat sesuatu
yang tidak kita mengerti seringkali tidak mudah. Dalam hal ini
patutlah dipahami lebih
mendalam riwayat dan struktur kepribadiannya, perbuatan itu
sendiri, kondisi-kondisi di
lingkungannya dimana perbuatan itu dilakukan, dan saling
berhubunganantara ketiga
golongan faktor tersebut.
Jelaslah bahwa motif-motif manusia mempunyai peran-peran yang
sangat besar
dalam kegiatan-kegiatannya, dan merupakan latar belakang
tindak-tanduknya sehingga
merupakan pokok khusus dari ilmu pengetahuan sosiologi.
2. Motif Biogenetis
Motif-motif biogenetis merupakan motif-motif yang berasal dari
kebutuhankebutuhan
organisme
orang
demi
kelanjutan
kehidupannya secara biologis. Motif biogenetis
ini bercorak universal dan kurang terikat dengan lingkungan
kebudayaannya tempat manusia
itu kebetulan berada dan berkembang. Motif biogenetis ini adalah
assli di dalam diri orang
dan berkembang dengan sendirinya.
Contoh motif-motif biogenetis yang dipengaruhi oleh corak
kebudayaan masyarakat
tertentu.
3. Motif Sosiogenetis
Motif-motif sosiogenetis adalah motifmotif yang dipelajari orang
dan berasal dari
lingkungan kebudayaan tempat orang itu berada dan berkembang.
Motif sosiogenetis tidak
berkembang dengan sendirinya tetapi berdasarkan interaksi sosial
dengan orang-orang atau
hasil kebudayaan orang. Macam motif sosiogenetis banyak sekali dan
berbeda-beda sesuai
dengan perbedaan-perbedaanyang terdapat di antara berbagai corak
kebudayaan di dunia.
Beberapa contoh: keinginan untuk mendengarkan musik Chopin atau
musik legong
bali, keinginan untuk membaca sejarah Indonesia, keinginan untuk
bermain sepakbola, dan
sebagiannya merupakan motif-motif sosiogenetis.
Banyak motif orang dewasa merupakan motif-motif sosiogenetis
walaupun terdapat
pula motif-motif biogenetis yang dipengaruhi oleh corak kebudayaan
masyarakat tertentu.
Contoh: keinginan akan memakan fastfood, pecel, puding, coklat,
dan es krim
merupakan motif-motif yang berdasarkan motif ”lapar” tetapi yang
terjalin dengan
keinginan-keinginan yang coraknya sangat dipengaruhi lingkungan
kebudayaan sekitar.
4. Motif Teogenetis
Motif teogenetis adalah motif yang berasal dari interaksi antara
manusia dengan
tuhan seperti yang terwujud dalam ibadahnya dan dalam kehidupannya
sehari-hari dimana ia
berusaha merealisasikan norma-norma agamanya. Sementara itu,
manusia memerlukan
interaksi dengan tuhannya untuk dapat menyadari akan tugasnya
sebagai manusia yang
berketuhanan di dalam masyarakat yang heterogen. Contoh motif
teogenetis adalah
keinginan untuk mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, keinginan
untuk merealisassikan
morma-norma agamanya menurut petunjuk kitab suci, dll.
3. Motif sosial menurut McClelland
Menurut McClelland manusia berinteraksi dengan dunia sosialnya dalam
tiga bentuk motif yaitu:
1) Motif berprestasi dimana ciri-ciri dari tipe orang dengan motif
sosial seperti ini
adalah:
• Mempunyai keinginan untuk berprestasi lebih baik (beranggapan
bahwa
berprestasi lebih baik adalah suatu hal yang penting).
• Menentukan sendiri standard prestasinya dan berpatokan pada
standard tersebut.
• Berusaha melakukan sesuatu dengan cara yang baru dan kreatif.
• Mengambil resiko-resiko yang wajar.
• Berpikiran maju ke depan (inovatif).
2) Motif afiliasi, dimana ciri-ciri orang dengan tipe seperti ini
adalah:
• Senang berada di tengah keramaian dan sangat menikmati
persahabatan.
• Senang bergaul dengan orang lain, senang berbicara di telepon.
• Lebih mementingkan aspek-aspek interpersonal dari pekerjaannya
daripada
aspek-aspek yang menyangkut tugas dalam pekerjaannya.
• Berusaha mendapatkan persetujuan orang lain.
• Melakukan tugas lebih baik saat bekerja dalam team.
• Selalu memiliki keinginan untuk mengadakan, memperbaiki atau
memilihara
hubungan yang erat, hangat dan bersahabat dengan orang lain.
3) Motif berkuasa, orang dengan tipe seperti ini memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
• Selalu ingin memiliki
pengaruh terhadap orang lain.
• Aktif dalam menjalankan kebijakan suatu organisasi yang diikuti.
• Peka terhadap struktur pengaruh interpersonal dari suatu
kelompok atau
organisasi.
• Selalu risau dengan reputasi, prestasi atau kedudukan orang
lain.
• Selalu berusaha membuat orang lain terkesan.
Beberapa pendekatan dasar pada motivasi
Selanjutnya, S.S. Sargent dan R.C. Williamson (1966) mencoba
menelusuri berbagai pendekatan
dan teori tentang motif.
1. Teori insting
untuk menerangkan perilaku manusia, mula-mula (sampai tahun
1920-an) para pakar
merujuk pada insting (W. James, Mc. Dougall, E.L. Thorndike). Pada
tahun 1924 sosiolog L.L.
insting dan hampir 6000 jenis aktivitas manusia disebut sebagai
insting. Akan tetapi, sejak 1920an
teori ini mulai ditinggalkan orang karena penelitian antropologi
dan sosiologi membuktikan
bahwa perilaku manusia sangat bervariasi, tergantung dari lingkungan,
sehingga tidak dapat
dijelaskan dengan insting (yang universal). Insting masih tetap
dipakai untuk perilaku-perilaku
yang jelas diturunkan, tidak dipelajari dan universal bagi makhluk
tertentu.
2. Konsep dorongan (drive)
Pakar psikologi mencari penyebab perilaku pada “ketegangan”
(tension) yang terjadi pada
otot-otot dan kelenjar-kelenjar pada saat haus, lapar, dan
sebagainya. Ketegangan-ketegangan ini
menimbulkan dorongan untuk berperilaku tertentu (mencari makan,
minum dan lain-lain)
sehingga dorongan dianggap sebagai penyebab perilaku. Umumnya
dorongan menyangkut
perilaku yang bersifat biologik dan fisiologik, seperti misalnya
makan, minum, tidur, seks,
mencari temperatur yang konstan, dan sebagainya, termasuk juga
dorongan keibuan, dorongan
untuk bermain pada anak-anak. E.C.Tolman membagi dorongan dalam
dua jenis, yaitu hasrat
(appetites) seperti lapar, haus, seks, dan pengingkaran (aversion)
seperti menghindari sakit dan
sebagainya.
3. Teori libido dan ketidaksadaran dari Sigmund Freud
Teori ini adalah motif bersumber pada stress internal, yang
terdiri atas insting dan dorongan
(drive) yang bekerja dalam alam ketidaksadaran manusia. Dalam
teori freud yang sangat
berorientasi biologik ini, semua insting dan dorongan bermuara
pada libido sexualis (dorongan
seks) yang sebagian besar tidak dapat dikendalikan oleh orang yang
bersangkutan (karena
bekerjanya dalam alam ketidaksadaran)
4. Perilaku purposif dan konflik
Pengaruh pasikologi Gestalt (Gestalt adalah istilah bahasa jerman
yang artinya keseluruhan)
terhadap behaviorisme adalah bahwa orang mulai lebih mementingkan
perilaku moral
(keseluruhan, seperti makan dan berlari) daripada perilaku
molekuler (bagian dari perilaku
keseluruhan, seperti mengeluarkan liur dan menggerakkan otot).
Dalam hubungan ini perlu
dicatat pendapat seorang tokoh bernama Edward Chase Tolman yang
mengatakan bahwa
perilaku tidak hanya ditentukan oleh rangsang dari luar atau
stimulus (sebagaimana pendangan
kaum behavioris). Akan tetapi, ditentukan juga oleh organisme atau
orang itu sendiri. Jadi, orang
bukan hanya memperhatikan stimulusnya, melainkan memilih sendiri
reaksinya. Dengan
demikian, perilaku (molar) selalu bertujuan.
5. Otonomi fungsional
G.W. Allport pada tahun 1961, yaitu motif pada orang dewasa yang
tumbuh dari sistemsistem
yang mendahuluinya, tetapi berfungsi lepas dari sistem-sistem
pendahulu itu. Dengan
perkataan lain, motif ini berfungsi sesuai dengan tujuannya
sendiri, terlepas dari motif-motif
asalnya, misalnya seorang penjual soto. Lambat laun penjual soto
tersebut memilki berbagai
cabang di berbagai kota, sehingga tujuannya berjualan bukan lagi
untuk mencari nafkah
melainkan untuk mencari kepuasan tersendiri (otonomi fungsional).
6. Motif sentral
Banyak pakar psikologi yang meragukan adanya satu motif sentral
yang bisa merangkum
semua jenis motif manusia. Goldstein misalnya pada tahun 1939
mengemukakan “aktualisasi
diri” sebagai motif tunggal pada manusia. Menurut Goldstein setiap
perilaku didasarkan pada
kebutuhan untuk melindungi diri (self) dan mengurangi kecemasan
serta mencari kemapanan
bagi dirinya sendiri. Motif seperti ini paling terlihat pada
paham-paham keagamaan seperti
Yahudi, Kristen, Islam, dan Buddha.
Pengembangan dari motif “aktualisasi diri” terdapat dalam teori
A.H. Maslow yang dikenal
luas sejak 1959, yang menempatkan “aktualisasi diri” sebagai motif
tertinggi di atas empat motif
lain yang tersusun secara hierarkis (motif primer atau motif
fisiologik, motif rasa aman, motif
rasa memiliki, dan motif harga diri).
Teori motif tunggal lainnya adalah dari R.W. White yang pada tahun
1959 mengatakan
bahwa satu-satunya motif manusia adalah motif kompetensi. Menurut
White, manusia selalu
ingin berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya. Keinginan
yang universal inilah yang
dinamakannya motif kompetensi.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motif-Motif Sosial
Teevan dan Smith mengemukakan ada empat sumber perkembangan motif
sosial, yaitu:
1. Interaksi ibu dan anak
2. Interaksi anak dengan seluruh keluarga
3. Interaksi anak dengan masyarakat luas
4. pendidikan formal
Berbeda dengan La Vine (1977) ia mengatakan kebudayaan dalam
masyarakat yang
berupa kebiasaan-kebiasaan akan mempengaruhi motif sosial.
Sedangkan Murray (1964)
mengatakan bahwa motif sosial sangat dipengaruhi oleh cara-cara
mengasuh anak.
Jadi, bila disimpulkan berdasarkan pendapat banyak ahli,
faktor-faktor yang
mempengaruhi motif sosial meliputi cara-cara mengasuh anak (yang
meliputi interaksi antara ibu
dengan anak, anak dengan keluarga, anak dengan masyarakat luas,
dan pendidikan formal) dan
lingkungan kebudayaan.
Peran Motif Sosial
Motif sosial berperan penting dalam pembentukan sosial. Motif yang
sama antara
anggota kelompok merupakan ciri utama yang membedakan interaksi
sosial satu dengan
interaksi sosial yang lainnya.
Terbentuknya kelompok sosial adalah karena bakal anggotanya
berkumpul untuk
mencapai suatu tujuan tertentu dengan kegiatan bersama lebih mudah
dapat dicapai daripada atas
usaha diri sendiri. Jadi, dorongan atau motif bersama itu menjadi
pengikat dan sebab utama
terbentuknya kelompok sosial itu. Tanpa motif yang sama antara
sejumlah individu itu sukar
dapat dibayangkan bahwa akan terbentuk suatu kelompok sosial yang
khas.
Beberapa Cara Memotivasi Orang Lain
Menurut Sartain, North, Strange, Chapman (1973, hal. 324-326) beberapa
cara untuk
memotivasi orang lain adalah sebagai berikut:
Memotivasi dengan kekerasan/motivating by force. Cara ini biasa
terjadi contohnya dalam Angkatan bersenjata dimana seorang
pemimpin akan mengancam para serdadu dengan suatu hukuman, jika
mereka tidak atau
kurang disiplin. Seperti itulah cara yang digunakan, namun
biasanya menimbulkan perasaan
tidak senang bagi subjek yang terkena. Di dalam masyarakat yang
demokratis cara semacam
ini kurang begitu tepat, sebab orang akan memiliki sifat
ketergantungan yang besar, dan
kurang mampu membutuhkan kesadaran.
2. Memotivasi dengan bujukan/motivating by enticement.
Cara yang kedua adalah dengan cara memberikan bujukan atau hadiah,
bila orang lain
itu mengerjakan sesuatu.bujukan atau hadiah itu dapat berupa:
• Untuk buruh atau pekerja akan diberikan tambahan upah.
• Untuk para pelajar akan memberian nilai yang baik.
• Dapat juga berupa status.
Cara ini mungkin akan berhasil. Seperti halnya dengan cara yang
pertama maka cara
yang kedua ini juga menimbulkan sifat ketergantungan. Para buruh
tergantung pada majikan,
murid pada gurunya.
3. Memotivasi dengan identifikasi/motivating by identivication/
Ego – Involvement.
Ini merupakan cara yang terbaik untuk memotivasi orang lain..
Dalam hal ini mereka
berbuat sesuatu dengan suatu rasa percaya diri sendiri bahwa apa
yang dilakukan itu adalah
untuk mencapat tujuan tertentu, ada keinginan dari dalam.
Contohnya seorang murid belajar
bukan karena bujukan guru, tetapi murid belajar karena memang
mereka ingin memperoleh
prestasi belajar yang lebih baik. PENUTUP
Kesimpulan
Motif merupakan suatu pengertian yang mencukupi semua penggerak,
alasan, atau
dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu.
Sedangkan motif sosial
adalah motif yang timbul untuk memenuhi kebutuhan individu dalam
hubungannya dengan
lingkungan sosialnya. Motif sosial terdiri dari motif
tunggal/motif bergabung, motif biogenetis,
motif sosiogenetis, motif teogenetis. Faktor-faktor yang
mempengaruhi motif sosial meliputi
cara-cara mengasuh anak (yang meliputi interaksi antara ibu dengan
anak, anak dengan keluarga,
anak dengan masyarakat luas, dan pendidikan formal) dan lingkungan
kebudayaan. Motif sosial
berperan penting dalam pembentukan sosial. Motif yang sama antara
anggota kelompok
merupakan ciri utama yang membedakan interaksi sosial satu dengan
interaksi sosial yang
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono, Sarlito. 2002. Psikologi Sosial Individu dan Teori-teori
Psikologi Sosial. Jakarta: Balai
Pustaka
Ahmadi, Abu. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta
Tersedia:
http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi